mian ya, sebenernya, ini selesainya udah lama, tapi saya lagi males buka blog, jadi baru buka sekarang & ngelanjutin ni ff... enjoy!
Chap 2
Lee Tae Min POV
“Eh, hei! Jangan dilemparin kayak gitu dong!” Teriak si noona. Dia lari ke pintu dan membukanya lebar-lebar. “Kalian ngga pernah ngerasain jadi korban bully ya? Bayangin kalau kalian yang di bully!”
“Noona, noona ngga usah ngebelain aku.” Kataku.
“Kenapa?”
“Aku udah biasa diginiin. Setiap hari malah.”
“???” kebingungan si noona tanpa kata-kata.
Aku angkat bahu dan menghindar sebisanya dari lemparan yang sekarang bukan cuma penghapus, tapi ada sampah tissue, bungkus makanan, sampai bekas botol mineral.
“Kamu kan… kamu kan Lee Tae Min.”
“Iya.”
“Member SHINee kan?”
“Iya.”
“Kok bisa jadi korban bully??”
“Yah…”
Telunjuk si noona menunjuk hidungku. “Kehidupan artis seharusnya ngga kayak gini.”
“Mau apa lagi?” Aku ngotot.
“Kamu pasrah?”
“Aku ngga punya tenaga!” Aku kesel. Kenapa noona satu ini pengen banget aku ngga jadi korban?
Noona kelihatan kaget gara-gara aku marah.
“Noona liat dong! Badanku kecil! Kurus! Kerempeng malah! Mana bisa aku ngalahin mereka semua! Mereka badannya lebih gede dari pada badanku! Apa lagi anak yang tadi nendang mejaku pas istirahat! Aku mukul dia?! Keliatannya pasti kayak anak kecil mukulin orang tua!” Aku marah-marah sendiri.
Noona diam aja.
“Aku pulang!” Aku memakai tasku sembarangan.
“Di luar masih banyak orang.” Kata salah satu peserta ekskul.
“Aku lompat dari jendela aja. Ini cuma lantai satu.” Aku tetep pengen pulang.
Noona menutup pintu rapat-rapat dan mengunci pintu ruangan ekskul, menghalangi para pembully-ku..
“Hyung, hari ini aku izin ekskul.” Kataku.
“Ye…”
Aku jalan ke arah jendela. Sebenernya jendelanya ngga lebar, tapi gara-gara aku kurus, jadi aku muat nyelip-nyelip lewat sana. Tasku kutaruh di lantai dulu. Setelah itu baru aku menyelinap lewat jendela. Begitu berhasil keluar lewat jendela aku memasukan tanganku lewat jendela, mau ngambil tas.
“Ini tasmu.” Si noona mengambilkan tasku dari lantai.
“Kamsahamnida.” Sahutku.
“Ye.”
Aku pulang ke rumah.
*esok harinya*
Hari ini aku ke sekolah lagi. Males banget rasanya.
Istirahat ini, tahu-tahu aku dicegat sama dua orang sonbae ngga jelas. Dua-duanya perempuan.
“Taemin-a.” Kaat salah satu dari mereka.
Aku diam.
“Ya! Taemin-a!”
Aku tetap diam. Dari pada ngomong? Pasti aku cuma bakal dibegoin.
Tahu-tahu yang satu lagi nanya—pertanyaannya jauh beda sama yang semula ditanyain, “Taemin-a, kamu mau jalan bareng Noona? Kenapa kamu ngga pegang tangan Noona? Kamu benci tangan Noona? Kamu bikin Noona sakit hati, Noona bakal ngasih kamu pelajaran karena kamu ngga jawab sapaan noona.”
“Eh, ya, biar aku yang jawab… Hai!” Jonghyun hyung tahu-tahu muncul sambil nyengir.
Dua sonbae tadi buru-buru pergi.
“Taemin-i?”
“Aku ngga apa-apa. Aku mau ke kelas aja.”
“Bener ngga apa-apa?”
Aku memaksakan diri mengangguk.
“Ya sudah.”
Aku masuk ke kelas. Aku duduk di mejaku sambil menunduk. Sayang, baru juga aku duduk, mejaku udah di tendang sama beberapa orang.
“Ya! Kamu pikir kamu hebat gara-gara kamu itu artis? Kamu tuh ngga ada apa-apanya! Suara jelek, dance juga bagusan Eunhyuk Super Junior!” Mereka kayaknya murid kelas dua yang nyasar ke kelasku.
Beberapa cewek udah sibuk foto-foto lagi. Aku tetap menunduk.
“Ya! Angkat kepalamu!” Bentaknya lagi samba menggebrak mejaku.
“Ya! Pergi ke kelasmu sana!” Teriak Onew hyung di depan pintu kelasku diikuti Minho hyung yang setengah diseret sama Onew hyung. Sebenernya Minho hyung bukan anggota OSIS, tapi berhubung cewek-cewek yang ngintimidasi aku akan selalu berubah jadi ngebelain aku karena ada Minho hyung.
Si anak yang tadi teriak-teriak di depanku jalan ke depan Onew hyung. “Jangan karena Taemin itu kamu anggap dongsaeng terus selalu kamu belain gitu, Lee Jin Ki-ssi! Yang adil dong!”
Onew POV
Aku buru-buru ke sini gara-gara aku denger ribut-ribut dari kelasnya Taemin.
Baru juga jalan mau ke kelasnya, Minho lewat sama cewek-cewek yang ngekorin dia.
“Minho-a! Ikut aku!” Aku setengah menyeretnya ke kelas Taemin. Dia berguna buat nenangin cewek-cewek anarkis itu.
Di depan kelas aja, ributnya udah jelas banget.
“Ya! Angkat kepalamu!” Bentak seorang anak sambil memukul meja Taemin.
“Ya! Pergi ke kelasmu sana!” Teriakku.
Minho jalan terseret-seret di belakangku. “Onew hyung, pelan-pelan…” Dia merintih pelan.
Si anak yang tadi teriak-teriak di depan Taemin jalan ke arahku. “Jangan karena Taemin itu kamu anggap dongsaeng terus selalu kamu belain gitu, Lee Jin Ki-ssi! Yang adil dong!” Dia minta keadilan (??)
“Saya udah adil kok. Saya ngga cuma ngasih skors buat siswa yang nge-bully Taemin. Saya kasih skors buat semua siswa yang keterlaluan. Sekarang saya tanya kamu, memangnya kamu adil sama Taemin? Ngga kan?” Balasku.
Dia diam aja.
“Ya, jawab dong.” Aku bicara lebih lembut.
“Mian.” Dia kabur keluar kelas.
Lee Tae Min POV
Pelajaran olah raga, aku jalan sendirian sambil menundukan kepala ke ruang GYM.
Tapi satu kakiku terbelit kaki yang lainnya, aku jadi jatuh.
Siswa lain lain yang melihatnya tertawa terbahak-bahak dan beberapa cewek mengambil foto atas kebodohanku.
“Babo! Bisa-bisanya jatuh padahal ngga ada apa-apa di lantai!” Ejek seorang cewek.
“Hahaha, lantai ini mulus dan lurus, Taemin-a!” Kata seorang cewek sambil tertawa.
Aku hanya menarik nafas, berusaha sabar, dan masuk ke ruang GYM.
Di ruang GYM ada satu cermin yang cukup besar. Aku melihat mukaku di sana. Mukaku kelihatan capek dan tidak bahagia. Kenapa harus aku yang jadi korban bullying?
“Taemin-a! Ngapain kamu ngaca? Mukamu udah ngga ketolong lagi!” Seru salah satu cewek diikuti suara jepretan kamera dan suara cekikikan teman-temannya.
Akhirnya pulang juga.
Aku cepet-cepet keluar dari sekolah. Di gerbang, aku udah ngerasa ngga enak aja.
Tahu-tahu…
“Awas!” Sebuah raket melayang tepat di depan mukaku.
“Uwah!” Aku menutup mata dan melindungi wajahku dengan lengan.
Suara sebuah kerikil yang kayaknya berukuran besar menghantam senar raket badminton.
“Keterlaluan banget sih!” Teriak satu suara cewek.
“Noona yang kemarin ngebelain si Taemin.” Kata satu suara cowok yang kayaknya murid-murid yang suka ngintimidasi aku.
Sebentar, ‘noona’??
Aku membuka mata dan menurunkan tanganku pelan-pelan. “Ah, Noona.” Aku mengangguk padanya.
“Ya, Taemin-i. Setiap hari kamu beneran di bully ya…” Kata si Noona adiknya pelatih ekskul dance. Dia tahu namaku?
“Memang. Kemarin kan aku udah bilang.”
“Hmm…”
Ngomong-ngomong, si Noona ini namanya siapa ya? “Noona…”
“Oh, iya, kamu mungkin penasaran ya, kenapa aku tahu-tahu ada di sini… Gini, tadi aku lagi jalan pulang abis main badminton di sana,” dia menunjuk ke satu arah. “Terus ya aku liat kamu mau dilempar batu.”
“Oh, kamsahamnida, noona.”
“Ye…” Dia tersenyum. Dia… manis juga kalau senyum.
“Noona…” Aku mau nanya siapa namanya. Dia tahu namaku, tapi aku ngga tahu nama dia.
“Ah, Taemin-i, pulang sana, kelamaan di sini kamu bisa di bully. Kamu harus kuat, haru bisa menghadapi mereka semua dengan mentalmu, bukan dengan fisikmu.”
“Iya. Noona…” Aku mau nanyain namanya lagi.
Tapi, dia cuma senyum lagi sambil melambai terus lari-lari kecil pergi dari depan sekolahku.
“Annyeong!” Aku mengangkat sebelah tanganku terus pulang ke rumah.
Di rumah, aku mikirin si noona yang udah dua kali ngebelain aku. Entah kenapa aku jadi dapat semacam keyakinan kalau aku bisa jadi murid biasa, bukan korban bullying.
Seakan-akan aku diseret ke tempat terang, untuk melihat bahwa aku punya bakat, bukan cuma orang yang ngga ada apa-apanya.
Noona, kamsahamnida, aku jadi punya keinginan untuk jadi ‘kuat’.
*esok harinya*
Ini pagi mendung di hari jum’at. Aku masuk sekolah. Baru juga masuk ke gerbang, udah ada lusinan murid-murid yang nutupin jalan masuk.
“Permisi.” Aku mencoba nyelip di antara mereka, tapi aku malah didorong.
“Ya! Kamu pikir karena kamu artis kamu bisa anggap kita bodoh?” Serang salah satu dari mereka.
“Aku nggak…” Aku mengerang.
“Bukan karena kamu itu artis terus kamu bisa anggap dirimu ‘besar!’” Serang yang lain lagi.
Aku diam. Badanku gemetaran. Tapi aku harus ‘kuat’. Tapi bagaimana caranya aku menang dari mereka? Mereka bergerombol, aku sendirian.
“Dia sama sekali ngga ganteng.” Katu satu cewek.
“Emang siapa yang bilang dia ganteng?” Jawab yang lain.
“Dia ngga setinggi yang aku bayangin.” Kata yang lain lagi.
“Pendek ya?” Kata yang lain lagi.
Aku sudah ngga tahan. Aku lari keluar sekolah, tapi hujan tahu-tahu turun.
Cepat-cepat aku keluarin payung dan membukanya.
“Ya! Kenapa keluar lagi?” Tanya seorang cewek yang menarik tanganku.
Aku harus ‘kuat’.
Aku balas menarik tanganku, tapi cengkraman siswi itu kencang sekali, menyakiti pergelangan tanganku.
“Kenapa keluar lagi?” Dia mengulang pertanyaannya. “Baru juga masuk lima menit yang lalu.”
Aku diam saja.
Cengkraman si siswa melonggar dan aku cepat-cepat menarik tanganku dan kabur keluar dari sekolah. Dari dalam sekolah, murid-murid tadi tertawa puas.
Kenyataannya, untuk menjadi ‘kuat’ itu sulit.
Sekarang aku mau ke mana? Pulang? Omma pasti khawatir kalau aku pulang sekarang.
Dorm SHINee? Kuncinya aku tinggal di rumah. Yang pasti bawa kunci? Onew hyung, tapi dia ada di dalam sekolah.
Aku harus ke mana nih??
Oh iya, ke danau saja. Jadi aku pergi ke danau yang terpencil dan diam di salah satu gubuk di sana sampai hujan reda.
Selama itu aku cuma diam saja di sana sambil memeluk kakiku. Tahu-tahu seseorang menepuk bahuku.
“Taemin-i?” Sapa seorang cewek.
Aku menoleh ke belakang. Kebetulan banget ketemu dia lagi. “Oh, Noona.” Ngga tahu kenapa aku jadi deg-degan sama noona.
Si noona adiknya pelatih dance tersenyum lalu duduk di sebelahku. “Ngga sekolah?”
Aku menggeleng. “Aku ngga boleh masuk sama murid lain.” Aku belum bisa menjadi ‘kuat’.
“Ngga boleh masuk?”
“Mereka nutupin jalan.”
“Kejam banget. Jadi satu hari ini kamu bolos?”
“Iya.”
“Kamu kan udah bayar sekolah. Mereka ngga adil. Hyung-hyungmu di SHINee ngga nolongin?”
“Mereka ngga ada di tempat.”
“Oh.” Si noona kayaknya bingung mau ngomong apa, tapi akhirnya dia ngomong juga. “Kamu harus kuat.”
“Menjadi ‘kuat’ itu susah, Noona.” Oh iya, namanya noona. “Noona…”
“Ya! Miss Choi! Kami kira anda ada di mana!” Teriak satu suara dengan logat aneh. Kayaknya dia bukan orang Korea.
“Haha, maaf, aku ketemu kenalanku.” Sahut noona yang marganya Choi ini.
“Cepat ke sini, Miss Choi. Anda belum saya beri tahu tentang detailnya!”
“Ye, saya ke sana sekarang.” Dia berdiri. “Tadi mau ngomong apa?”
“Noona…” Si orang yang tadi manggil noona terlihat tidak sabar. “Annyeong! Lain kali saja aku katakan.” Aku mengangkat sebelah tanganku, memeberinya lambaian.
“Oke, aku pergi dulu. Annyeong!” Dia melambai lalu lari kea rah si orang yang tadi memanggilnya.
Tiba-tiba HPku berdering. Dari Onew hyung. “Onew hyung?”
“Taemin-i? Kamu ada di mana? Kenapa kamu ngga kelihatan di sekolah? Kamu bolos sekolah?” Tanya Onew hyung.
“Tadi aku ngga boleh masuk sama murid lain.”
“Ngga boleh masuk? Ah, benar-benar deh.” Onew hyung menghela nafas. “Oh ya, Taemin-i, jangan lupa, nanti sore kita ada jadwal.”
“Ya, hyung, aku ingat. Nanti aku ke dorm.”
“Memang sekarang kamu ada di mana?”
“Di danau.”
“Kenapa ngga ke dorm saja?”
“Aku ngga bawa kuncinya.”
“Ya sudah, nanti aku langsung ke dorm, kamu juga cepat ke dorm begitu kira-kira sekolah sudah bubar.”
“Ye.”
Aku menutup telepon.
Sekarang aku sudah ada di dorm bersama hyung-hyungku.
“Ayo cepat kita ke lokasi.” Kata Onew hyung.
Kami semua bersama-sama pergi ke lokasi.
Di lokasi, aku hanya menyanyi sedikit dan banyak menari. Maklumlah, kan suaraku bukan yang paling bagus, tapi tarianku yang menonjol di antara hyung-hyung SHINee.
Biarpun SHINee tidak terlalu dikenal di Korea, di lokasi seperti ini, aku menjadi ‘bintang’, aku jadi seseorang yang terlihat bahagia dan kehidupan yang cemerlang. Banyak yang mengangkat poster SHINee, mengangkat spanduk-spanduk dengan tulisan SHINee, nama dan fotoku serta member SHINee yang lain. Padahal? Hidupku sama sekali tidak seperti itu.
Hidupku suram. Tapi aku memang harus jadi kuat.
*esok harinya*
Sabtu ini aku minta izin ngga ngikutin aktivitas SHINee. Aku mau istirahat. Tapi aku berubah pikiran dan mau pergi ke pusat perbelanjaan.
Di pusat perbelanjaan aku belanja banyak cemilan.
Tiba-tiba pas keluar dari pusat perbelanjaan, aku lihat si noona bermarga Choi berdiri di sebelah taksi. “Noona!” Kali ini aku menyapanya duluan.
“Ya, Taemin-i.” Dia tersenyum.
“Noona, kamsahamnida.” Aku menunduk padanya.
“Kamsahamnida? Kenapa?”
“Karena, noona udah buat aku mikir, aku harus jadi ‘kuat’. Bukan secara fisik, tapi secara pikiran.”
Dia tersenyum lebar. “Iya, pokoknya kamu harus bisa jadi ‘kokoh’. Kamu pasti bisa.”
Tiba-tiba aku ingat sesuatu, dari kemarin aku mau nanya namanya noona. “Noona…”
~ dduluhjyuh kkaejildeut han toomyunghan naegae dalgeomhan dokmool pujideut.. hayakae uluhbooteun nae oraen sangchyuhga.. nuhyae gaseumsok gipgaepuhjyuhdo.. jabeun deut hal ddae pagodeuneun geuromae bineul nalkaroum.. sanso gateun nuh nan nuhmoo deuleeshweemyun.. dashi naebaeteul soo uhbsuh ee janeenhan kotong sokae.. naega jookuhgago eetjahna..~
HP si noona berdering. Hahahah, aku menahan tawaku. Ringtone-nya si noona adalah Love Like Oxygen-nya SHINee, hahahah… Lagu yang kunyanyiin juga tuh…
Dia mengangkat HPnya. “…Ye, saya berangkat sekarang.” Katanya singkat lalu menutup HPnya. “Maaf, tadi kamu mau ngomong apa?”
“Itu, dari kemarin aku mau nanya, tapi kepotong terus. Jadinya cuma ngomong ‘noona… annyeong!’ terus. Noona…”
Omonganku ‘noona namanya siapa’ di potong sama bunyi klakson taksi.
“Ah, maaf ya, Taemin-i, aku sedang ngejar pesawat.”
“Pesawat?”
“Iya. Aku mau ke New York, melanjutkan study-ku, aku dapat beasiswa di sana.” Dia tersenyum lagi. “Kayaknya, pertanyaanmu itu ngga boleh kujawab deh, soalnya dari kemarin setiap kamu mau tanya selalu kepotong kan?”
“Iya.” Aku berfikir. Ngga boleh di jawab sama noona? Berarti aku ngga boleh tahu namanya noona dong?
“Ya sudah. Annyeong, Taemin-i. Kalau mungkin kita bisa ketemu lagi tahun depan. Ingat ya, kamu harus kuat! Harus!”
“Mudah-mudahan.” Aku mengamini. Lalu aku berfikir untuk ngotot nanyain namanya Noona. “Noona…”
Dia melambai dari samping taksi.
“…Annyeong.” Kataku pasrah. Beneran ngga boleh tahu namanya noona nih.
Aku berfikir sebentar.
Sekali lagi ah. “Noona… Nama noona siapa?” Akhirnya selesai juga ngomong nih satu kalimat.
Tapi sayangnya si noona udah masuk ke dalam taksinya dan ngga dengar omonganku.
Ya sudahlah, kayaknya aku beneran ngga boleh tahu namanya noona.
“Noona… Annyeong!” Aku melambai.
Dia balas melambai dari dalam taksinya.
*Lima tahun kemudian*
Sudah lima tahun sejak aku terakhir ketemu sama noona yang ngasih aku kepercayaan untuk jadi kuat. Seharusnya dia sudah di Korea.
Nama SHINee semakin berkibar.
Shawol sudah tersebar di mana-mana, bukan hanya di Korea, tapi Asia, bahkan dunia.
Rambutku sudah tidak ‘culun’ lagi, sekarang rambutku cukup panjang dan berwarna cokelat kekuningan.
Aku sudah bukan lagi korban bullying.
Setiap kali aku bertemu dengan mantan orang yang mem-bully-ku, mereka akan pura-pura tidak melihatku. Mungkin mereka malu, hahah.
Hidupku sudah jauh lebih baik.
Selama itu aku tidak pernah bertemu dengan noona itu. Padahal katanya dia akan pulang setelah satu tahun.
Hanya beberapa kali melihat kilasan wajahnya saat aku sedang konser, seperti dirinya sedang hadir di konser itu, tapi semua yang menonton konser kami terlihat kecil dari atas panggung, jadi aku tidak tahu apa itu benar si noona.
Yang jelas, di mana pun dia sekarang, aku cuma mau bilang: Kamsahamnida, noona… annyeong!!!
The End
mian, endingnya aneh...
kamsahamnida... annyeong!